Peristiwa ini terjadi tahun lalu. Peristiwanya terjadi sekitar pukul 2 dini hari. Saat itu rombongan keluarga simbah dari Solo hendak berta’ziah ke Cilacap, atas meninggalnya bapak Mertua yang tinggal di desa pelosok yang berjudul Citepus. Melihat medannya, perjalanan ke Citepus bukanlah perjalanan yang ramah pantat. Karena sepanjang perjalanan, pantat kita akan berulang kali terpontang-panting dikarenakan jalanan -yang walaupun berulang kali diperbaiki tetep saja- mirip lintasan off road.
Dini hari itu mobil rombongan keluarga simbah tepat melintasi daerah yang kawentardengan kewingitannya. Masyarakat Citepus menamai daerah itu sebagai daerah “Punden”. Di situ terdapat kuburan keramat yang senantiasa diberi sesajian secara rutin. Dumadakan mobil yang ditumpangi rombongan ngadat. Ngadatnya tepat di area punden tersebut. Secara berseloroh, ibunda simbah berkata:
“Wah iki mesti diganggu demit …” kata beliau. Perlu diketahui, bahwa seluruh rombongan tak satupun yang mengetahui bahwa di dekat situ ada punden keramat. Dan kebetulan daerah tempat mogoknya mobil agak gelap. Maka didoronglah mobil tersebut ke tempat yang ada lampu jalannya.
Setelah dioprek sebentar, diketahuilah bahwa penyebab mogoknya mobil adalah koil mobil yang terletak di bawah dalam keadaan basah kuyup. Setelah dilap dan dikeringkan, mobil dapat berjalan kembali.
Peristiwa mogoknya mobil di dekat punden tersebut diceritakan kepada warga Citepus saat itu. Kebanyakan dari mereka berkomentar:
“Wah, kejadian kayak gitu biasa mbah. Makanya kalo lewat situ, mobilnya harus kasih klakson sebagai isyarat permisi mau lewat,” begitu kata mereka.
Klakson dibunyikan sebagai bentuk kata permisi buat si penunggu punden. Karena kalo tidak kasih klakson dianggap lancang dan tidak menghormati demit dan danyang penunggu punden. Halah, mbuh ra weruh… Buat simbah keberadaan danyang atau demit penunggu punden itu saja sudah cukup merusak akal sehat dan keimanan. Apalagi kalo harus diikuti dengan ritual tetek bengek yang makin merendahkan derajat kemanusiaan.
Simbah teringat akan hadits yang kurang bunyinya kurang lebih begini:
Rasulullah Shalallahu Alayhi Wa Salam Bersabda “Ada seseorang masuk surga karena seekor lalat dan masuk neraka karena seekor lalat pula” Para Sahabat bertanya, “Bagaimana bisa terjadi demikian, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab “Terdapat dua orang yang berjalan melewati suatu kaum yang mempunyai berhala, tak seeorangpun diperkenankan melewati berhala itu sebelum memberikan sesuatu. Mereka berkata kepada salah seorang dari kedua lelaki tersebut,
Beliau menjawab “Terdapat dua orang yang berjalan melewati suatu kaum yang mempunyai berhala, tak seeorangpun diperkenankan melewati berhala itu sebelum memberikan sesuatu. Mereka berkata kepada salah seorang dari kedua lelaki tersebut,
“Berikanlah korban kepada berhala itu!”
Dia menjawab, “Aku tidak mempunyai apa-apa untuk berkorban.”
Dia menjawab, “Aku tidak mempunyai apa-apa untuk berkorban.”
Mereka berkata lagi, “Berikanlah korban sekalipun dengan seekor lalat.” Kemudian dengan seekor lalat itu, ia memberikan sesaji dan oleh mereka diperkenankan ia meneruskan perjalanannya. Karena perbuatannya itu, ia kemudian masuk neraka!
Kemudian mereka berkata kepada yang seeorang lagi,”Berikanlah korban!” Orang yang kedua ini menjawab, “Aku tidak akan berkorban sedikitpun kecuali kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kemudian ia memenggal leher orang itu, dan ia masuk syurga.”
Pelajaran yang bisa diambil dari kejadian dini hari itu adalah, betapa banyak orang tidak menyadari bahwa syirik menyekutukan Allah bisa terwujud dalam amalan yang sangat sepele. Syirik yang merupakan dosa yang tidak akan diampuni oleh Allah tersebut bisa berujud lalat, ataupun sekedar sekali pencet tombol klakson. Karena dengan mempersembahkan lalat atau bunyi klakson, seseorang sudah bersaksi bahwa ada zat lain yang dapat memberi madharat, bencana, ataupun kecelakaan selain Allah.
Di beberapa daerah, bunyi klakson tersebut bisa berujud sapaan semisal: kulonuwun mbah, nderek langkung, permisi, amit-amit jabang bayi atau kadang cukup dengan kedipan lampu mobil. Namun pada intinya, semua perilaku tadi dilakukan adalah untuk menghindari terjadinya musibah ataupun madharat.
Dengan dalih berusaha menghindari madharat ini jugalah maka di setiap awal tahun baru China, tiba-tiba kaum muslimin ikut-ikutan menilik nasib mereka melalui shio. Juga tak lupa menghitung peruntungannya melalui zodiac, nogo dino, weton dan itungan-itungan koclok lainnya. Yang sudah tentu dengan ilmu pernujuman semacam ini, muslimin menghendaki terhindar dari kemadharatan dan kecelakaan.
Sangat disayangkan, umat Islam merasa tidak cukup memiliki satu illah yang diyakini dapat mendatangkan manfaat dan menolak musibah. Padahal inti dari syahadat yang diucapkan tatkala memeluk Islam adalah meniadakan segala macam illah yang diyakini mendatangkan manfaat dan mendatangkan madharat, KECUALI ALLAH. Dan umat tidak sadar, bahwa hanya dengan sekali pencet klakson, tindakan sepele ini dapat mengantar seseorang masuk ke neraka jahanam. Na’udzubillah min dzalik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar